Subhanallah,
Ketika cinta tak menghitung angka-angka
Cinta berwujud kesetiaan nan sederhana
Cinta justru hadir menjadi tak terhingga
Alhamdulillah,
Ketika cinta tak mengeja kata-kata
Cinta hanya memberikan pengorbanan saja
Cinta tumbuh begitu bermakna
Allahuakbar,
Ketika cinta terukir oleh dua kata
“kesetiaan” dan “pengorbanan”
Maka cinta seperti itulah yang suci, indah lagi agung
Subahanallah... Tanpa terasa 30 hari
sudah kulalui hidup bersamamu. Waktu yang singkat. Setiap berada disisimu
rasanya aku ingin sekali mencabut batre jam, lalu waktu terhenti walau hanya untuk
kita berdua. Sedangkan dunai terus berputar tak peduli tentang melodi cinta yang
tengah kita dendangkan. Dalam hari-hari yang ku lalui ada beberapa momen indah yang terekam apik di memori
ingatanku. Lantaran aku suka menulis maka aku tuliskan momen itu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (hehehe...)
SUJUD
Istriku, kau masih ingatkan!
Saat ikrar suci itu, aku sujud syukur di hadapan Maha
Pemilik Cinta bukan tanpa alasan tapi ungkapan cita rasa penghambaan. DIA Maha
Baik hingga memberikan sesorang yang tepat untukku cintai sepanjang hayat. Tapi
hingga sekarang, rasanya sujud syukur itu masih selalu kurang. Karena aku makin
mengenal siapa kamu.
MAAF
Istriku, di hari pertama kehalalan kita. Bukankah aku pernah
berjanji?
Berjanji akan selalu mengucapkan “Adakah kesalahanku hari ini?” setiap aku menutup hari.
Aku hanya laki-laki biasa yang berusaha menjaga cela. Bilaku
ada salah maka tentu sepuluh jariku terhimpun pertanda permintaan maaf dari
relung kalbu yang terdalam. Dan bila kamu yang salah, aku ringankan lidahku
melafazkan kata“maaf”. Karena aku juga yang salah tak membimbingmu menjadi
wanita yang lebih baik. Andai kita konsisten membudayakan ungkapan cinta
seperti ini, aku yakin kelak tangan keriput kita akan senantiasa bergandengan
selamanya.
MARTABAK
Rasanya bilangan hari itu akan selalu aku ingat. Hari dimana
kau menantiku depan pintu, menciumi pungung tanganku, melucuti jaket dan sepatu
kerjaku. Sebenarnya canggung bagiku diperlakukan bak raja padahal aku suamimu
yang biasa saja. Aku masih mengingat kesalahanku malam itu. Sesaat sebelum aku
pergi tuk sementara meninggalkanmu aku berujar “Nanti malam kita makan bareng ya!”. Malam itu perutku telah kenyang
karena makan martabak bareng teman-teman. Aku pulang hingga larut. Sementara kau
setia menungguku, walau kelopak matamu sudah tak sanggup lagi berkibar kokoh,
tetap kau menyambutku dengan seutas senyuman. Aku pulang bersama perut yang
sudah tak selera lagi makan. “Aku sudah
kenyang, sayang!” Ujarku. Lalu kau ke dapur, mengambil satu piring yang
belakangan ku sebut “makan larut” dan kau makan di depanku. Tanpa marah. Tapi aku
menjadi gelisah, karena sepertinya ada yang salah. Kutelisik hatiku lagi. Aku
minta maaf dan kutemukan kau begitu berkarakter. Itulah malam yang paling
kusesali, sisanya adalah martabaknya.
PULSA SMS
Sekarang kau pandai sekali menebak. Bila ada pulsa masuk di
hp-mu pasti langsung kau tuduh aku yang mengisikannya. Padahal dulu tak
terhitung laki-laki yang mengisikanmu pulsa. Iya jelas, karena kau telah
mengamanihiku sebuah kepercayaan yang harus aku jaga. Tapi sayang, bisa jadi
belum tentu juga aku yang mengisikanmu pulsamu. Jujur, aku suamimu yang pemalu
yang sebenarnya menanti sms darimu bila aku jauh. Kulihat diriku masih terlalu
egois untuk tidak dari sisiku yang memulainya. Dari dulu memang aku berprinsip “Biar saja wanita yang memikirkanku,”
sedangkan aku seolah tak peduli tapi merintih. Kalau sms-mu lama ku balas itu
bukan berarti aku tak mementingkanmu melainkan aku tengah menormalkan degupan
jantungku.
Istriku masih ingatkah dirimu mengenai sms-an itu?
Padahal kita hanya beda bilik, ku di kamar kau di dapur,
kita masih saja sms bercanda berdua. Saat kau tengah diam mengetik balasan sms
untukku, aku datang mengejutkanmu dari belakang dan irus yang kau pegang
terhempas diatas kuali penuh minyak panas. Lalu, tumpah seperti tumpahnya tawa
kita berdua.
CANTIK BAGIKU
Kita sering berkaca berdua, kau bilang aku tampan dan ku
puji kau cantik. Jujur kukatakan padamu, bahwa secara fisik kau nomor satu. Tapi
bukan itu yang membuatku terpesona. Karena bila hanya itu, aku paling mampu
mencintaimu satu bulan lagi. Aku menempatkan ketakjubanku pada akhlakmu di atas
“donat” cintaku yang gulanya kau taburi terus tiap hari. Pernah satu malam, aku
pulang main futsal hingga larut. Lelah sekali rasanya, tapi kau menjumpaiku di
depan pintu dengan bersemangat dan men-display
wajah cantik yang baru kau solek. Masih, yang membuat aku sangat kagum adalah
perjuanganmu menantikanku pulang. “Kepribadianmu
sepertinya abadi bersemayam disini! “kutunjuk dadaku yang di dalamnya
terdapat organ bernama hati. Nah, mungkin seperti inilah cara sederhanaku
menilaimu dan membuat rasa cintaku bertambah-tambah kian hari. Dan aku berharap
kau pandai menjaganya. Tak hanya menjaga kecantikkan tapi kepribadian yang
utama.
Alhamdulillah...walaupun 30 hari
masih terlalu dini untuk kita menyimpulkan bahwa kita keluarga bahagia. Karena Tuhan
telah menyiapkan banyak ujian untuk kita berdua nantinya. Tapi, 30 hari itu cukup
lumayanlah untuk awal pondasi cinta yang kan mampu menghadapi banyak masalah di
depan. Kita belum terbayang apa yang akan terjadi kedepan tapi kita bisa
memulai membangun kekuatan dari sekarang untuk menghadapi apapun yang di depan.
Semoga cinta kita tak bermusim-tak bergejolak-tak terpedaya pada yang semu
saja. Tapi bersandar pada yang Maha Kekal Abadi. Dan Dialah yang mengizinkan
kita hingga 30 hari ini masih merajut benang-benang kasih hingga kita belajar
bersama lalu menemukan Kekasih Sejati. Allahuakbar!!!
Embun Fajar-31
Juli 2012 11:20 wib
After 30 days-Special for my honey Desi Khumairah