Oleh : Embun Fajar
Beberapa waktu yang lalu saya
berkesempatan memberikan materi ‘The
Power of Dream’ di sebuah Panti
Asuhan. Saya adalah pemateri terakhir yang diundang untuk memberikan gambaran
jelas tentang kekuatan impian. Hujan rintik malam itu tidak mengurungkan niat
saya untuk berbagi dengan anak-anak panti. Agenda seperti ini bisa juga saya
sebut seminar kecil-kecilan dengan beberapa orang dan beberapa batang hidung
panitianya. Naasnya ketiban saya mengisi adalah jam 10 malam. Pesertanya sudah
terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama, yang masih ada sisa energi dan
semangat melanjutkan sesi demi sesi acara. Kedua, yang sudah mulai mengantuk
dan capek, tapi masih ingin mengikuti karena takut akan lirikan mata panitia.
Dan yang ketiga, sudah langsung praktik ber’mimpi pulas sekali.
Sebagai seorang pembicara hal
seperti ini disebut shock-down. Namun
saya selalu berfikir positif, alangkah malangnya golongan pertama bila saya
tidak meneruskan. Dan inipun menjadi tantangan saya untuk tetap menjaga
golongan pertama antusias mengikuti, mendongkrak semangat golongan kedua, dan
golongan ketiga yang sudah berbeda alam walau semi-mustahil untuk membangunkannya.
Saya menguraikan betapa pentingnya
memiliki impian. Saya juga menampilkan beberapa gambaran bila sesorang tidak
memiliki impian dalam hidup dan video tentang seseorang yang cacat pun mampu
meraih impiannya. Tibalah pada sebuah kejadian yang mengejutkan saya. Kejadian
yang diluar dugaan saya berikut menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk
mereka, terlebih saya. Ada beberapa teori yang selama ini terbantahkan.
Umumnya dalam sebuah arahan
motivasi membangun impian dan mewujudkannya. Sesorang harus jelas dulu apa saja
dan bagaimana cara meraih impiannya. Saya mengatakan “Kita harus punya goal,
satu per-satu secara terperinci dan usahakan sangat jelas.” Saya
menganalogikan, ada dua orang yang diperintahkan membeli sesuatu ke pasar
dengan membawa jumlah uang yang sama. Maka tentu orang yang memiliki list
daftar belanjaan dan sudah tahu toko yang ditujunya serta urutannya. Itulah
orang yang lebih dulu menyelesaikan tugasnya.
Pada sesi materi ini, saya
mengadakan game dengan memanggil dua
kelompok orang. Saya minta kelompok pertama dari pria dan kedua dari wanita. Gamenya yaitu menyusun puzzle. Kelompok pria diberikan satu puzzle tanpa gambar panduan asli dan
diacak seacak-acaknya, sedangkan kelompok wanita diberikan satu puzzle berikut gambar contoh panduannya
dan tidak terlalu diacak. Dari penjelasan awal saya, Anda sudah menebak kan?
Sudah pasti kelompok wanitalah pemenangnya karena sudah ada panduan gambarnya.
Anda salah! Begitupun saya.
Nah, disinilah saya mendapati
hikmah besar. Seperti seminar-seminar motivasi yang sering saya ikuti, adegan
seperti ini biasanya 100% berhasil. Yang memiliki gambaran jelas sudah
dipastikan jadi pemenangnya. Lebih efektif, lebih cepat dan lebih akurat.
Tetapi tidak di tempat ini,
ternyata ada satu faktor penting yang dilewatkan. Yaitu “Antusias”.
Jadi begini, pada waktu memanggil
serta memberikan aturan main, saya butuh dua kelompok, yaitu pria dan wanita.
Dua orang pria dan dua orang wanita tepatnya. Beberapa pria sudah berada di dekat
saya pertanda sangat siap untuk main. Tetapi saya memilih dua orang saja.
Sedangkan pihak wanita, mereka harus disuruh dulu oleh panitia untuk maju.
Itupun baru dapat satu orang, sementara satu orangnya lagi yang kebetulan tidak
tahu apa yang tengah terjadi karena baru kembali dari kamar mandi, dia langsung
disuruh maju kedepan dan melengkapi peserta yang satunya. Sampai disini saja,
Anda tentunya sudah melihat perbedaannya. Ketika countdown dimulai semua peserta diminta menghitung mulai. Kelompok
pria yang tidak diberi panduan gambar begitu gesit membolak-balik part puzzle. Salah, lalu dicobanya lagi.
Mereka berdua bekerja sama apik sehingga mengisi part demi part dan
melengkapi satu gambar utuh. Mereka menang.
Sementara pihak wanita, sibuk
menyalahkan temannya yang salah meletakkan part,
ada lagi yang merasa egois letaknyalah yang paling benar, nampak sekali
ketidakkompakkan diantara mereka. Bertambah bingung saat saya mulai menghitung
waktu berakhir permainan tersebut. Akhirnya, hanya beberapa part saja yang terpasang, sisanya masih
berhamburan. Mereka kalah.
Setidaknya inilah kalimat yang bisa
saya simpulkan dan mewakili pelajaran dari cerita diatas, bahwa :
Rencanakan impian Anda, Antusiaslah menjalaninya!
Sebagian besar orang punya begitu
banyak rencana dalam hidupnya. Ingin memiliki rumah idaman, mobil sport,
berkeliling dunia dan lain-lain misalnya. Hanya saja, ketika tantangan bertamu,
mereka pesimis. Ketika halangan, hinaan, bahkan pengucilan datang, mereka
mencoret dan mengluarkan impian itu dari list.
Antusias lebih dari sekedar
semangat yang mendorong untuk mendobrak rasa pesimis, melawan rintangan dan
mencari jalan keluar pada setiap masalah lalu menyelesaikannya dan mengambil
bendera kemenangan atasnya. Antusias lebih dari sekedar semangat yang membuat
seorang karyawan swasta yang capek sepulang kerja, lalu tidur dan dibangunkan
oleh seorang yang butuh kepiawaiannya. “Bolak-balik
saja part-nya, jika salah ulangi lagi,” sama halnya jika gagal coba lagi,
jika jatuh coba bangkit, jika dicerca coba tersenyum, pokoknya tidak ada sisa
waktu untuk “mengurusi” musuh Anda. Anda sendiri diberikan durasi waktu hidup
yang sangat singkat, jangan buang-buang waktu, fokus saja pada rangkaian
gambaran mimpi Anda. Dan antusiaslah menjalaninya!
Target Impian Jelas tapi Tidak Antusias, Kalah dengan Impian yang Tidak
Jelas tapi Antusias
Betapapun Anda memiliki peta jalan
yang jelas menuju suatu tempat tetapi menuju kesana dengan langkah gontai,
sementara orang lain berlari-lari mencoba kesana kemari walau tempat tujuan
tidak terlalu jelas akan ada kemungkinan besar ia lebih dahulu sampai ke tujuan
daripada Anda. Memang target haruslah jelas, tetapi bila mengabaikan semangat
antusias maka entah sampai kapan Anda dapat merealisasikan target tersebut.
Bedanya orang antusias atau tidak, sama halnya dengan ketika Anda bangun pagi,
bangkit dari tempat tidur, tersenyum depan cermin dan berteriak “Yes, semangat!!!”
lalu mandi dan berangkat kerja. Sementara, orang lain bangun tidur, kedinginan,
lihat selimut jatuh, lalu diambil dan diselimutkannya lagi serta berujar “Tidur
lagi ah…” Walau keduanya akan sama-sama berangkat kerja, tetapi setibanya
menghadapi pekerjaan tentu akan sangat jauh berbeda. Bagaimana dengan impian?
Tentunya manusia penghuni planet bumi ini memiliki berbagai impian. Tetapi
mengapa tidak semuanya terwujud? Karena nilai antusias untuk mewujudkan impian masing-masing
orang berbeda. Jadi, yang akan lebih banyak tercapai adalah manusia yang nilai
antusiasnya lebih tinggi dari yang lain dan selalu terjaga setiap hari.
Aur, Jum’at-11 Januari 2013 (11:46
wib)