Selamat Datang, Semoga banyak ilmu yang Anda dapatkan...

Selasa, 17 Januari 2012

Pesan “Delisa” Untuk Semua


Berlatarbelakang Aceh beberapa waktu sebelum gempa tsunami 26 Desember 2004. Tere Liye secara apik menceritakan kisah dengan tema sederhana sebenarnya, namun menohok. Hafalan Sholat Delisa (HSD) berkisah tentang seorang gadis kecil yang harus mampu menyelesaikan hafalan bacaan shalat ditengah kerumitannya menghafal. Pada saat hari “setor hafalan” kampong Delisa dilanda tsunami yang meluluhlantahkan perut Aceh (kita juga tahu berita ini dari televisi betapa menontonnya menyesakkan dada). Delisa tidak hanya kehilangan keluarganya, tetapi juga satu kakinya. Kondisi seperti ini tidak mampu menghambatnya untuk tidak hafal bacaan shalat, melainkan memotivasinya untuk benar-benar menyelesaikannya dengan sempurna.
Ada beberapa pesan yang saya rangkum setelah menonton film ini. Pesan ini saya wakilkan pada tokoh-tokoh cerita diantaranya :

Mr. Smith Adam / SAR Army / ABRI / Polisi
Andai saja semua militer seperti Mr. Smith, lengkap sudah keutuhan kalimat “Kedamaian Dunia”. Solidaritas yang tinggi, empati dan kepedulian lebih dibutuhkan masyarakat daripada ketegangan dan ke’sok’gagahan. Seorang anggota militer yang dengan kebaikan akhlaknya akan lebih disegani oleh siapapun dibandingkan ia petantang-petenteng dengan kumis tebal dan senjata di tangan. Sebagai pengayom sipil, militer benar-benar diharapkan kemampuannya (ketika Mr.Smith dan crew mengevakuasi Delisa). Seiring dengan kemampuan, hal terpenting adalah ketulusan. Ini yang hampir sulit kita temukan pada sosok militer. Bukan lagi rahasia kalau segala sesuatu yang berkaitan dengan kepolisian/militer harus “ada” yang kita beri bila ingin urusan lancar. Mr. Smith seperti pasir hitam di tengah pasir putih pantai Aceh.

Mrs.Sophie / Dokter / Tenaga Ahli
Walau sekedar tebakan saya saja kalau Mrs. Sophie adalah seorang non muslim. Melihat tingkahnya ia menjelma bak jiwa Maria pada film Ayat-Ayat Cinta. Kepribadiannya bak malaikat pembawa rahmat. Ia begitu tekun menemani hari-hari sulit Delisa dan menanti kesembuhan pasiennya itu dengan ikhlas. Mrs. Sophie tidak hanya cantik diluar melainkan kecantikan sesungguhnya terpancar dari dalam dirinya. Ketika Mrs. Sophie memotivasi Delisa untuk bangkit dari traumanya, ketika itulah keahlian seorang dokter dituntut. Seorang dokter bukan hanya harus pandai memainkan suntikan, obat-obatan atau antibiotic lainnya (eksternal) melainkan pandai memberikan stimulan pikiran positif (internal) kepada seorang pasien yang dia cintai. Malu saya sebenarnya ketika melihat ulah sebagian dokter di negeri ini. Selama tahun 2011 lalu, telah berapa liputan berita yang saya saksikan mengenai ketidaknyamanan pasien terhadap dokter yang merawatnya. Saya kira dalam dunia kesehatan tidak hanya butuh kualitas otak (ilmu/keahlian) tetapi kualitas hati (iman/ketulusan) yang jauh lebih penting demi kesembuhan pasien secara general.

Ko Acan / Orang lain yang baik hati
Saya begitu terharu ketika Ko Acan memberikan harga khusus untuk kalung yang diinginkan Delisa karena alasan “menghafal shalat”. Andai orang disekitar mereka (maksud saya Delisa dan anak-anak sebayanya) ini mendapat dukungan /perhatian yang begitu besar untuk urusan agamanya. Maka, saya yakin nantinya akan mencium aroma segar dari generasi yang tumbuh di masa mendatang.


Umam / Tiur / Seorang Sahabat
Sosok Umam dalam cerita ini sebenarnya sosok sebagian besar anak-anak (terutama anak laki-laki). Nakal, ingin menang sendiri, merasa hebat, dan sifat-sifat lainnya yang butuh pengarahan ekstra dari orang-orang disekitarnya. Orang seperti Umam ini, apabila ia mendapatkan jalan hidupnya maka ia akan seperti sosok Abu Sofyan atau Umar bin Khatob yang rela mati-matian membela jalan yang dia anggap benar. Namun terkadang sebagian besar orang tidak mampu melihat secara jernih sifat mereka. Sehingga mereka tidak mendapat sambutan yang baik. Tiur adalah sahabat perempuan Delisa, ia sangat suka bersepeda dan senang mengajarkan cara bersepeda kepada Delisa. Hingga di akhir kematian, jasadnya pun tak jauh dari sepedanya.

Fatimah / Aisyah / Zahrah / Saudara / Keluarga
Saudara Delisa secara kebetulan semuanya perempuan. Gesekan perasaan sering terjadi pada kisah ini. HSD mengajarkan kita bahwa seorang saudara yang baik akan selalu memperingatkan saudaranya itu walaupun dengan cara menyakitkan. Delisa mendapatkan dukungan yang besar pula dalam targetnya menghafal bacaan shalat. Hal ini menjadi motivasi yang luar biasa, yang seharusnya memang beginilah bentuk persaudaraan dalam rumah tangga yang ideal. Melihat kondisi sekarang ditengah masyarakat kita, peran saudara hanya sekedar berbagi tempat tidur, pelengkap urutan pada bingkai foto keluarga atau peloncoan senior dan junior belaka.

Ust. Rahman / Guru / Ulama / Mentor / Pembina
Melihat peran Ust Rahman yang begitu tulus memberikan pembinaan pada anak-anak seusia Delisa dalam menyelesaikan urusan ‘akhirat’nya. Saya seperti melihat ada banyak tipe seperti ini di berbagai daerah. Hanya saja dalam berbagai dimensi berbeda. Seorang guru idealnya tidak hanya dituntut bisa menyampaikan ilmu / pelajaran / tarbawi keislaman secara teoritis, namun juga melibatkan psikologis yang butuh kreaitifitas agar bisa dikomunikasikan dengan baik oleh terdidik/pendengar/muridnya. Pada saat Ust. Rahman memberikan cokelat sebagai hadiah Delisa telah membuat uminya terharu karena mengucapkan kata-kata “Delisa sayang Umi karena Allah”, Ust.Rahman bukan hanya mengerti psikologi anak-anak, melainkan mengajarkan dengan cara “nyaman” bagi anak-anak. Perhatian seorang ustadz/ulama/orang yang lebih tua dan lebih memahami dulu mengenai banyak hal adalah bagian terpenting dari pembangunan generasi cemerlang di yang akan datang. Andai saja mereka yang paham mengenai hal ini dan merasai kerisauan yang sama, tentunya banyak hal yang menjadi pembeda secara furu’ tidaklah lagi penting. Yang terpenting adalah bagaimana seorang guru/ustadz/ulama tersebut bisa memberikan arti bagi ummat walau sekecil Delisa.

Abi Delisa /  Ayah / Orang Tua laki-laki / Pemimpin Rumah Tangga
Hidup ini memanglah pilihan. Diantara pilihan itu, harus dipertanggung jawabkan. Ketika sebuah keluarga atau rumah tangga “ditinggalkan” pemimpinnya (dalam hal ini kepala keluarga) demi sebuah pekerjaan (pilihan), maka ketika apapun yang terjadi pada keluarga tersebut harus legowo diterima (bertanggungjawab atas pilihan). Ini terjadi pada Abi Delisa yang bekerja merantau jauh dari rumah yang seharusnya ada dia. Menurut pendapat saja, bisa saja kejadiannya berbeda andai saja figure seorang ayah ada di samping ibu dan anak-anaknya. Saya sarankan pula kepada Anda yang laki-laki yang notabennya calon seorang ayah, sebaiknya berfikir ratusan kali bila harus terpaksa memilih menafkahi dengan cara jauh dari keluarga. Itu saya sebut bukan menafkahi tapi mengorbankan padalah masih banyak pilihan lain. Tapi dari sisi yang berbeda saya melihat ketegaran iman yang luar biasa dari seorang Abi Delisa yang telah ditinggalkan istri, 3 anak, rumah bahkan semua impiannya hanya disisakan satu anak (tanpa satu kaki). Ketawakalan seperti ini tidak mungkin di dapati bila iman tak bersemayam di hati. Abi Delisa adalah contoh pengelola fikiran dan perasaan positif yang baik.

Umi Salamah / Ibu / Orang tua perempuan
Figur seorang ibu dalam sebuah rumah tangga tak kalah penting dari seorang ayah. Umi Salamah (ibunya Delisa) mengajarkan kita bagaimana seharusnya seorang ibu mendidik anaknya, ia begitu sabar, ulet dan memberikan solusi bagi semua anaknya. Seorang ibu yang menjadi kawan, teman curhat, pembimbing bagi emosional anak-anaknya. Saya yakin andai saja seluruh ibu-ibu dari Sabang sampai Marouke seperti Umi Salamah, maka akan begitu banyak anak lahir dengan prestasi luar biasa terlebih karakter kepribadian yang mempesona.

Delisa / Anak Muda
Delisa mengajarkan banyak sekali pada kita mengenai, bagaimana ikhlas, bagaimana bergaul, bagaimana seharusnya hidup. Dia sosok seorang anak inspirator, mampu mempengaruhi banyak orang dengan ketulusan dan kebersihan hantinya. Tidak ada hambatan baginya untuk tetap bermain bola, walau bencana telah merenggut ‘perangkat’ untuk bermainnya.
Dalam dinamika kehidupan kita, tentunya kita memiliki kesamaan tokoh pada cerita ini. Coba saya ingin bertanya, siapa yang punya sahabat yang sifatnya baik semua? atau yang tidak pernah marah, kesal, dan risih dengan ulah kalian? Jawabnya tentu tidak bukan. Saya mengutip ungkapan dari Jalaludin Rumi  “Kalau engkau mencari seorang teman yang tidak memiliki kesalahan, engkau tidak akan memiliki teman”. Delisa memiliki pribadi menawan (terlepas dia masih kecil), dia tidak pernah menaruh dendam pada Umam atau dia tidak juga pernah memperolok-olok Tiur nan lemah. Sekarang pertanyaannya sudahkah kita perlakukan teman kita seperti gadis kecil Delisa?

Untuk Semua
Tradisi masyarakat Aceh yang akan bangga dan puas pabila melihat anaknya lulus tes hafalan shalat adalah sebuah tradisi yang sudah mulai ditinggalkan daerah lain. Kita lihat sendiri masyarakat (umat Islam) sekarang yang jauh lebih bangga bila anaknya hafal system periodic kimia, hafal 16 tenses bahasa inggris, teorema alogaritma, hafal ratusan lagu korea atau grup band lainnya lainnya. Tanpa mengabaikan hal tersebut juga penting, saya ingin tekankan bahwa ada yang lebih penting yaitu pelajaran langit atau “Keimanan” yang benar. Bila diluar itu kita membangun generasi maka secara tidak langsung kita telah membesarkan monster yang akan merusak tatanan dunia ini (bisa dirasakan sekarang akibatnya). Melalui ‘Pesan Delisa’ marilah bapak/ibu, abi/umi, kakak/mbak, ustadz/zah kita mulai merasai betul bahwa peranan kita di dunia ini tak lain dan tak bukan mengajak sebanyak-banyaknya manusia untu ikut bersama kita ke surga kelak! Tentunya dengan kombinasi ilmu akhirat dan dunia yang diamalkan penuh keikhlasan. Ingat! Delisa berhasil menghafalkan bacaan shalatnya karena ia tidak lagi mengharapkan kalung, cokelat atau apapun, yang dia harapkan hanyalah keridhaan Allah sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri, mampu memberi kekuatan abinya, mampu memarkirkan uminya, saudaranya di surga, dan mampu memberikan pencerahan serta pelajaran yang besar kepada masyarakat luas bahwa Allah itu Maha Kuasa atas diri kita dan dunia ini. Marilah kita belajar dari semua ini, sebelum alam mengajarkan kita dengan caranya yang menyakitkan!

~:~

Embun Fajar – 10 Januari 2012, 21:25 wib – Desa Aur Muara Enim
Kepada teman yang belum nonton silahkan nonton, yang sudah silahkan buat resensinya!
Terima kasih kisahnya Tere Liye film kedua yang membuat air mata saya tertitik setelah fil pertama “Alangkah Lucunya Negeri Ini” begitu membuka mata hati dan memotivasi saya bahwa saya bisa memulai hal kecil seperti mereka yg berjiwa besar ^_^