Selamat Datang, Semoga banyak ilmu yang Anda dapatkan...

Sabtu, 03 Maret 2012

PERJAKA TING-TING


Antrian tumpukan kertas masih menunggu jatah untuk dikloning per lembar. Adam melonggarkan pinggang dan leher, menghirup udara sumpek beraroma ATK, lalu meneguk setengah gelas air putih yang sudah berembun karena dari pagi tak sempat diserumputnya.
“Satu jam lagi sudah bisa diambil Pak!” Ujar Adam bermaksud memberitahu kliennya agar jelas sebarapa lama ia harus menunggu atau mencari kegiatan selain menunggu.

Adam telah menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu dan bergegas pulang kerumah untuk pekerjaannya yang lain pula. Berdagang pulsa. Adam bekerja dari jam 7 pagi hingga 5 sore di toko buku milik orang lain dan dia membuka konter pulsa miliknya sendiri dari jam 6 sore hingga jam 10 malam.

Konter Hp yang ia kasih nama “Adam Cell” berlokasi tidak jauh dari rumah kosnya. Bentuk bangunannya pun temporer di sela bangunan ruko milik orang lain namun strategisnya di pinggir jalan. Dengan beginilah Adam mengumpulkan pundi-pundi untuk nantinya ia pakai mengikuti ujian saringan masuk perguruan tinggi dan sekaligus biaya administrasi awalnya yang lumayan ‘gemuk’.

***

Adam datang dari desa ke kota untuk mengemban satu misi, mendapat gelar sarjana tanpa biaya dari orang tua sepeser pun. Misi ini berbanding lurus dengan sikap Adam yang tidak mau membuang-buang waktu dengan hal yang sia-sia seperti muda-mudi kebanyakan. Satu menit baginya adalah satu langkah menuju istana impiannya yang ia bangun bertahap.

Adam begitu energik hari ini saat membuka konternya, bekerja siang tadi tenaganya tidak habis terkuras karena mesin fotokopi Ko Acai rusak. Di toko buku milik pengusaha Tionghoa ini, pekerjaan prioritas Adam hanyalah fotokopi yang lain sifatnya membantu.

Adam Cell tidak hanya melayani isi ulang pulsa elektrik dan voucher seluruh operator saja, tetapi juga bisa cetak foto, mengedit lagu dan aplikasi selluler lainnya asalkan tidak mengandung unsur pornografi.

“MAAF KAMI TIDAK MELAYANI KONTEN MINUS”

Tulisan besar yang dia tempel di marka etalase konternya, bermaksud menghimbau dan memberikan arahan bahwa konter Adam steril dari hal-hal negatif. Walau komitmennya ini membuat profit sharenya kurang dari konter-konter tabu lain, ia tetap teguh pada prinsipnya.

Tepat di depan konternya ada sebuah hotel terkenal, entah bintangnya ada berapa yang pasti bulannya hanya satu kala malam itu.

Ketika Adam akan berkemas pulang. Datang seorang cewek seksi. Dia pastikan lagi matanya melihat itu wujud seorang wanita bukan setengahnya. Benar, retina matanya masih bagus. Wanita cantik, dengan gincu semerah rok pendeknya. Baju kaos yang cewek itu kenakan pun sangat ketat hingga bentuk lekukan tubuhnya mampu merusak syaraf otak laki-laki yang memandangnya.

Cewek itu mengeluarkan Nokia type 3650 dari tasnya yang ia bawa. Sebentar terlihat memencet-mencet keypad. Diulanginya lagi berkali-kali.

“Mas, tolong saya dong?” ujar cewek asing itu.
Adam melengok kanan-kiri tak ada lagi makhluk lain yang jadi  lawan bicara wanita itu selain dia. Lagian sudah hampir tengah malam kondisi jalanan sudah senyap.
“I…iiiya Mbak, apa yang bisa saya bantu?” jawab Adam gugup.
“Saya sudah tidak punya uang lagi sepeser pun, ini Mas pegang Hp saya, tapi izinkan saya menumpang tidur satu malam saja dirumah Mas?”

Jantung Adam berbeat box ria. Tawaran paling aneh yang pernah ia dengar selama hidup di dunia. Anehnya cewek cantik yang mau bermalam dengannya. Karena biasanya Lily kucing tetangga yang selalu menemani tidurnya atau Jeny si tikus curut yang sering berlalu-lalang di bawah ranjang reotnya.

Adam masih termangu dan belum menjawab. Tiba-tiba wanita itu menangis terisak sambil bercerita.

“Nama saya Clara, saya ditinggalkan teman cowok saya di kota ini yang saya tidak mempunyai saudara atau siapapun. Saya tidak mempunyai uang sama sekali, mungkin baru besok saya akan bisa berfikir jernih dan melangkah menentukan tindakan apa yang harus saya lakukan…”

Adam diam tertunduk.

Wanita itu meneruskan.
“Kalau bukan Mas, siapa lagi yang akan menyelamatkan saya?”

Adam menghela nafas sejenak, lalu berkata, “Mbak bisa menghubungi siapa saja untuk menjumput Mbak disini.” Sambil menyodorkan hp kepada wanita itu.

“Orang yang saya kenal jauh semua Mas.”

Adam masih bingung tujuh puluh tujuh keliling. Ia juga orang baru di kota ini. Ia juga merasakan apabila hal seperti itu terjadi padanya. Yang lebih menakutkan lagi ia seorang wanita yang bila dibiarkan bermalam diluar tak jelas akan jauh lebih berbahaya dibanding bila itu dirinya.

“Tolonglah saya Mas!”

Kali ini Adam menangkap mimik wajah Lily saat memelas meminta sisa tulang ikan pada menu makan siang, sama seperti muka Clara.

“Huft… Hmmm… Baiklah ikut saya!”

***

Lorong demi lorong, gang demi gang mereka lalui menuju ke rumah kos Adam. Bangunan yang tidak pantas dikatakan rumah ideal, karena memang cukup ditinggali oleh satu orang saja. Diluar ada teras seukuran sekitar satu meter, ruang depan cukup untuk meletakkan meja dan vas bunga saja, tidak ada TV, kipas angin apalagi DVD Compo. Lalu ada satu ruang kamar, dapur darurat dan kamar mandi yang perpetaknya sangat sempit.

Clara mengamati lamat-lamat seluruh ruangan beriring tegukan liur mengalir nampak dari lehernya yang putih.

“Kamu sudah makan Clara?”

“Belum lapar.”

“Baiklah, kalau kamu mau makan ada mie bungkus di dapur, kalau kamu mau langsung tidur kamu di kamar sedangkan aku tidur di depan saja,”

“ Aku takut, kau tidur disampingku saja,”
“ Maaf Clara, kita bukan muhrim.”
“ Ok, kalau begitu kamu tetap tidur di kamar ini walau kita tidak bersampingan,”
“ Tidak bisa, kalau kamu bertingkah seperti ini saya akan usir paksa keluar…” Adam sedikit meninggi.
“Ok…ok, baiklah.”

***

“Kurang ajar, kemana dia?”
“Tak ada barang berharga di rumah ini.”
“Buruan kita keluar mumpung sebelum pagi!”

***

Keesokan harinya Adam mendengar percakapan beberapa orang kalau di kampung sebelah ada korban rumah seorang lelaki habis dirampok dan dikuras harta bendanya oleh seorang wanita dan seorang preman.

Adam bersyukur sekali pada malam itu mampu menjaga keperjakaannya dan bisa menundukkan hawa nafsunya dengan mengunci diri tidur di kamar mandi. Tidak tidur di kamar dan di depan yang berpotensi kuat menuntun akalnya untuk berbuat hal-hal yang diinginkan sekali nafsunya.

***the end***

Ditulis pada lomba "dari kita untuk kita" FLP Prabumulih 
Ahad, 26 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar