Selamat Datang, Semoga banyak ilmu yang Anda dapatkan...

Minggu, 11 September 2011

Genderang Perang



Menulis dan menjadi seorang penulis sejatinya seperti sebuah perperangan. Perperangan yang harus kita menangkan atau kita akan menjadi manusia yang kalah selamanya (pecundang:red). Tentu dalam suatu perperangan ada musuh yang akan kita takhlukkan, ada waktu yang menjadi patokan, akan ada teman yang mengiringi perjuangan, akan ada keluarga yang kita tinggalkan, akan ada banyak hal yang kita korbankan.

Kita kemungkinan besar akan kalah apabila tidak mempersiapkan amunisi yang cukup, medan yang kita kuasai, atau strategi jitu guna memenangi perperangan. Berbagi cerita bersama pahlawan perang yang telah berhasil meraih kemenangan hanyalah sekedarnya menambah wawasan kita hingga tekhnik yang kita pakai sudah tepat atau belum untuk diterapkan. Dikarenakan perbedaan kondisi situasi, banyak hal yang belum tentu bisa dilakukan sesuai apa yang telah direkam oleh otak atas pengalaman pahlawan tersebut. Intinya, kita jualah yang terjun kedalamnya, mencicipi aroma mesiu, menikmati alunan desing peluru, bermandikan darah dan peluh keringat untuk mendapati pengalaman berharga itu. Pengalaman menjadi pejuang perang yang gigih.

Jika kita ingin menjadi seorang penulis yang ‘menang’, kita harus paham betul siapa musuh yang harus kita takhlukkan. Apakah itu sifat malas diri sendiri, takut memulai, tidak punya waktu menulis dan sibuk dengan hal lain, atau malah tidak ada jawaban jelas atas pertanyaan “Untuk Apa Menang?” jadi benarlah kata  Napoleon Bonaparte “Petarung yang kalah itu biasanya adalah petarung yang sudah berpikir tak pantas menang”.

Penulis yang berpengalaman di luar sana, telah terjun bebas pada dunia yang dicintainya. Tidak setengah-setengah hatinya menggoreskan tinta di atas kertas putih hingga kertas itu menjadi sesuatu yang berharga dan diminati. Mereka menyelami berbagai pengalaman menulis, dari salah, dicaci-hina, diintervensi, menjadi kontroversi sampai terasing di penjara. Sedangkan kita, baru akan berjalan menuju ke pengalaman itu tapi sudah terbayang ketakutannya. Tidak diterima bila karya kita ditolak penerbit, dibantai habis-habisan atau dibuang ke lautan. Besarnya mental kita tak sebanding dengan besarnya mimpi kita.

Impian kita akan lahir penulis besar seperti halnya DR. ‘Aidh Al-Qarni dari Mesir,  Robert T Kiyosaki dari Jepang, atau Amru Khalid penulis favorit saya dari Bierut, semisal di Indonesia ada deretan nama seperti Kang Abik dari Semarang, Andrea Hirata dari Bangka Belitong, A. Fuadi dari Padang dan Asma Nadia dari Jakarta. Adakah lahir penulis sebesar itu dari Prabumulih? Untuk saat ini masih kita jawab dalam alam mimpi. Namun mimpi hanya akan jadi sekedar bunga tidur bila kita masih meneruskan tidur kita bukannya bangun dan kejar mimpi itu. Butuh tekad yang membaja dalam mengumpulkan huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraph demi paragraph hingga menjadi tulisan luar biasa yang memberitakan pada dunia bahwa Prabumulih kini juga bisa.

Kini Genderang perang sudah di mulai, kita belajar perang bersama, takhlukkan musuh kita, jangan patah arang, jatuh-bangkit-jatuh-bangkit-lalu bangkit jumlah kata “bangkit” harus lebih banyak dari kata “jatuh” bila kita ingin memenangkan perperangan ini. Wujudkan mimpi kita! Buktikan teman! Mari kita fastabiqul khairat membanjiri karya kepenulisan nasional bahkan internasional dengan karya asli dari anak FLP Prabumulih! Terus semangat karena kita ada untuk berkarya…!!!

Ketua FLP Prabumulih 2011-2013
Fajar Kustiawan 10 September 2011 – 10:09 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar